🎃 Pertanyaan Imam Al Ghazali
PertanyaanKeenam: Imam Ghazali : "Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? " Murid- Murid dengan serentak menjawab : "Pedang" Imam Ghazali : "Itu benar, tapi yang paling tajam sekali di dunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Pelajarandari Syech abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali atau lebih dikenal dengan sebutan Iman Al-Ghozali seorang tokoh besar dalam sejarah Islam, Beliau adalah pengarang kitab Ihya'Ulumudin. Suatu hari Beliau mengajukan Enam pertanyaan pada saat berkumpul dengan murid-muridnya. Pertanyaan Pertama :
Semuajawaban hampir benar, kata Imam Ghazali, tapi yang paling berat adalah "memegang amanah." Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?" Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghazali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan "shalat".
6Pesan Imam Ghazali: 6 Pertanyaan dan 6 Jawaban. IMAM al Ghazali adalah salah satu ulama salaf (dulu) yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, al Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia.
Secarakeseluruhan, al-Ghazali menghabiskan sebagian besar dekade pengembaraan dengan keraguan tentang kehidupan dan ragam pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. Selanjutnya dia kembali ke Nishapur, dia tinggal di sana hanya beberapa kilometer dari kampung halamannya. Baca juga: Nasehat Imam Al-Ghazali dalam Mengendalikan Amarah
ImamAl-Ghazali mengilustrasikan pertanyaan yang diajukan oleh orang yang tidak tahu sebagai keterangan penyakit yang diajukan oleh pasien kepada dokter. Sedangkan jawabannya diumpamakan sebagai upaya dokter dalam menyembuhkan penyakit tersebut. Orang bodoh adalah pasien yang sakit. Sedangkan ulama adalah dokternya.
Tepatnyaenam pertanyaan imam Al Ghazali kepada para muridnya tentunya memiliki nilai kandungan yang bagus untuk diambil hikmahnya. Suatu ketika Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya. Pertanyaan pertama Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
EnamPertanyaan Imam Al-Ghazali Kepada Muridnya. As-Syekh abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali atau lebih dikenal dengan sebutan Imam Al-Ghozali adalah seorang tokoh besar dalam sejarah Islam. Imam Al-Ghozali mengajukan Enam pertanyaan pada saat berkumpul dengan murid-muridnya.
Sepertibiasa pada Jumat pertama setiap bulan SMPN 1 Wonosari menggelar kegiatan jumat taqwa. Jumat taqwa bulan September 2018 ini di adakan di Masjid As Salam dan pemateri kali ini adalah Bpk Budi Aditya Wardana, S.Ag. Pada kesempatan kali ini Bapak Budi menyampaikan materi tentang 6 pertanyaan imam Al Ghazali kepada murid-muridnya.
. ArticlePDF AvailableAbstractThe concepts of maslahat and mafsadah known as the main reference in Islamic laws to resolve contemporary Muslims problems. The concepts of maslahat and mafsadah as a centre in maqâṣid al-syarîah already discussed by Imam al-Ghazali in his books. Imam al-Ghazali well known to be the frst scholars in the study of these concepts. Imam al-Ghazali’s highlights the concepts of maslahat and mafsadah should be based on the texts naṣṣ. However, Imam al-Ghazali mentioned the concept of maslahat used as a method not an absolute sources after al-Qur’an, al-Sunnah, ijmâ’ and qiyâs in the deriving of Islamic laws. This paper tries to explains the concepts of maslahat and mafsadah following the study conducted by Imam al-Ghazali. The fndings suggests that Imam al-Ghazali well known as the frst jurist who pioners the framework of maqâṣid al-syarîah. There ara two reasons as to why he is considered as the pioneer of the concept of maqâṣid al-syarîah. The frst reason is due to his systematic and detailed treatment of the concepts in his last and defnitive work on legal theory; al-Mustaṣfa. The second reason is due to the use of his terminologies and classifcations of the concept by later jurists. These all serve as the evidences to considering him as the pioneer of the concepts of maslahat and mafsadah as a legal theory. Moreover, Imam al-Ghazali tried to proposed several tarjîḥ’ methods how to apply the both concepts when there is a contradiction between the two concepts. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Konsep Maslahat dan Mafsadahmenurut Imam al-GhazaliAkbar Sarif* University of Malaya, Kuala LumpurE-mail akbar_hm5 Ahmad*University of Malaya, Kuala LumpurE-mail ridzwan concepts of maslahat and mafsadah known as the main reference in Islamic laws to resolve contemporary Muslims problems. The concepts of maslahat and mafsadah as a centre in maqâs}id al-syarîah already discussed by Imam al-Ghazali in his books. Imam al-Ghazali well known to be the rst scholars in the study of these concepts. Imam al-Ghazali’s highlights the concepts of maslahat and mafsadah should be based on the texts nas}s}. However, Imam al-Ghazali mentioned the concept of maslahat used as a method not an absolute sources after al-Qur’an, al-Sunnah, ijmâ’ and qiyâs in the deriving of Islamic laws. This paper tries to explains the concepts of maslahat and mafsadah following the study conducted by Imam al-Ghazali. The ndings suggests that Imam al-Ghazali well known as the rst jurist who pioners the framework of maqâs}id al-syarîah. There ara two reasons as to why he is considered as the pioneer of the concept of maqâs}id al-syarîah. The rst reason is due to his systematic and detailed treatment of the concepts in his last and denitive work on legal theory; al-Mustas}fa. The second reason is due to the use of his terminologies and classications of the concept by later jurists. These all serve as the evidences to considering him as the pioneer of the concepts of maslahat and mafsadah as a legal theory. Moreover, Imam al-Ghazali tried to proposed several tarjîh}’ methods how to apply the both concepts when there is a contradiction between the two concepts. Keywords Imam al-Ghazali, Maslahat, Mafsadah, Tarjîh, Maqâs}id al-Syarî at 13, No. 2, November 2017, 353-368* Department of Fiqh and Usul, Academy of Islamic Studies, University of Malaya, Jalan Universiti, 50603 Kuala Lumpur, Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Malaysia. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad354Jurnal TSAQAFAHAbstrakMaslahat dan mafsadah merupakan konsep yang senantiasa dijadikan sandaran utama oleh para ulama dalam menyelesaikan permaslahan hukum Islam Kontemporer. Penjelasan tentang kedua konsep tersebut yang merupakan asas dari pemikiran maqâs}id al-syarîah telah dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab-kitabnya. Boleh dikatakan bahwa Imam al-Ghazali merupakan ulama pertama yang menjelaskan kedua konsep ini secara terperinci. Menurut Imam al-Ghazali, maslahat dan mafsadah mestilah berasaskan kepada nas}s} syarak dan bukannya berasaskan kepada akal semata. Beliau hanya menjadikan kedua konsep tersebut sebagai metode dan bukanya dalil mutlak setelah al-Qur’an, al-Sunnah, ijmak, dan qiyâs dalam penentuan hukum Islam. Makalah ini mencoba menjelaskan konsep maslahat dan mafsadah dalam pandangan Imam al-Ghazali. Dalam kaitannya dengan itu, Imam al-Ghazali merupakan peletak asas-asas kerangka ilmu maqâs}id al-syarîah. Terdapat dua alasan utama mengapa beliau dianggap sebagai ulama yang memainkan peran dalam membicarakan tentang maslahat, pertama Imam al-Ghazali telah membahas konsep ini dengan secara detail lagi sistematik dalam karyanya, kedua terminologi dan klasikasi yang dimiliki oleh Imam al-Ghazali digunakan oleh para ulama setelah beliau. Bukti tersebut menunjukan bahwa beliau merupakan pengasas kepada ilmu tersebut dalam ilmu usul kih. Bahkan beliau telah menawarkan beberapa metode tarjih’ jika berlaku kontradiksi antara kedua konsep tersebut. Oleh itu, akan dipaparkan terlebih dahulu tentang pengertian kedua konsep tersebut menurut Imam al-Ghazali, syarat beramal dengan kedua konsep tersebut juga akan diulas, penjelasan tentang beliau sebagai peletak kerangka Ilmu Maqâs}id al-Syarîah serta aplikasi kedua konsep tersebut dalam penentuan hukum turut Kunci Imam al-Ghazali, Maslahat, Mafsadah, Tarjih, Maqâs}id al-Syarî maslahat dan penolakan mafsadah merupakan tujuan pokok dalam penetapan hukum Islam. Para ulama menjadikan kedua konsep tersebut pegangan utama ketika menangani permasalahan Menggunakan 1 Akbar Sarif dan Ridzwan Ahmad, “Maslahah sebagai Metode Istinbat Hukum serta Aplikasinya dalam Pembinaan Hukum Satu Analisis”, Makalah dalam International Seminar on Usul Fiqh 2013, di Universiti Sains Islam Malaysia USIM, Bandar Baru Nilai, Negeri Sembilan 23-24 Oktober 2013. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 355Vol. 13, No. 2, November 2017pendekatan maslahat dan mafsadah dalam menentukan sesuatu hukum bukan bermakna menjadikan hawa nafsu atau kepentingan manusia semata-mata sebagai sumber hukum. Penentuan suatu hukum berdasarkan konsep maslahat dan mafsadah juga bukan semata-mata berdasarkan tujuan duniawi sehingga mengetepikan syarak. Ini karena, setiap wujud syariat maka wujudlah maslahat,2 namun tidak semestinya setiap maslahat itu sejajar dengan syariat. Bahkan maslahat itu sendiri bukanlah syariat Islam. Oleh sebab itu setiap perbuatan baik menurut akal manusia tidak dinilai sebagai maslahat jika bertentangan dengan syariat Islam. Sebaliknya setiap syariat Islam mempunyai Hukum Islam tidak mungkin terlepas dari pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah. Bahkan, berdasarkan kedua dua konsep tersebut, para ulama dan mujtahid berusaha dengan sedaya upaya menyelesaikan permasalahan yang tidak ada nasnya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah berdasarkan beberapa metode yang ditunjukkan para sahabat dan tabiin, serta mengembangkan metode masing-masing menjadi mazhab Di antara mazhab tersebut hanya Imam al-Syafi’i saja yang menjelaskan metodenya melalui tulisan, yaitu dalam kitabnya Melalui kitab ini, Imam al-Syafi’i bukan saja menjelaskan ilmu Usul Fikih, bahkan beliau berbicara tentang Ilmu Maqâs}id al-Syarî mazhab Syafi’i setelahnya, termasuk Imam al-Juwaini, Imam al-Ghazali, al-Razi, al-Amidi, dan Izz al-Din Abd al-Salam 2 Al-Syatibi, al-Muwâfaqât fî Us}ûl al-Syarî’ah, Muhammad Abdullah Darraz Muhaqqiq, Jil. 2, Juz 4, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. 3, 1424 H/2003 M, Hamid Fahmy Zarkasyi, “Framework Studi Islam”, dalam Jurnal Islamia, Vol. V, 2009, 11. 4 Imam Abu Hanifah H. banyak menggunakan metode “istih}sân”, Imam Malik bin Anas w. 179 H terkenal dengan metode “al-mas}lah}ah al-mursalah”, dan Imam al-Sya’i menjadikan qiyâs sebagai elemen penting dalam pengambilan hukum, serta menyamakan antara qiyâs dan ijtihad. Lihat Abd al-Wahab Khalaf, Ilm Us}ûl al-Fiqh, Mesir Maktabah Dakwah al-Islâmiyah, Cet. 8, 1942, 82. Lihat juga Muhammad Abu Zahrah, Târîkh al-Madhâhib al-Islâmiyyah fî Târîkh al-Madhâhib al-Fiqhiyyah, Jil. 2, Cairo Dâr al-Fikr al-Arabiy, 217-218. Lihat, Yasid bin Moni, “Metode Pentafsiran Nass menurut Mutakalimin dan Ahnaf Satu Analisis”, Thesis Doktor, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 2004, 42. Lihat juga Muhammad Idris al-Sya’i, al-Risâlah, Beirut al-Maktabah al-Islâmiyyah, Lihat al-Qara, Nafâis al-Us}ûl fî Syarh} al-Mahs}ûl, Jil. 1, Maktabah Must}afâ al-Bâz, 1995, 100. 6 Telah terdapat kajian yang menobatkan Imam al-Sya’i sebagai pengasas ilmu Maqâs}id al-Syarîah yang dilakukan oleh Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi melalui tesis doktoralnya di Universitas Jordan pada tahun 1999. Lihat Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi, Maqâs}id al-Syarîah ind Ibn Taymiyyah, Jordan Dâr al-Nafâis, 2000, 75. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad356Jurnal TSAQAFAHmengembangkan konsep tersebut dan menjadikan teori khusus dalam ilmu Maqâs}id al-Syarî Imam al-Ghazali merupakan tokoh besar mazhab Syafi’i yang dianggap sebagai ensiklopedia ilmu pengetahuan Islam yang kemudian diberi gelar “H}ujjat al-Islâm” telah menjelaskan kedua konsep tersebut dengan baiknya melalui karyanya. Bahkan, boleh dikatakan bahwa Imam al-Ghazali merupakan ulama pertama yang menjelaskan kedua konsep ini secara terperinci. Beliau pula dianggap guru dari Imam al-Syatibi karena pendekatan beliau tentang kedua konsep tersebut memiliki persamaan dengan Imam Imam al-Ghazali sebagai ulama besar Islam, memiliki pengaruh terhadap pemikiran Islam modern. Teori-teori yang dikemukakan dalam karyanya bisa menjadi perspektif baru dalam usaha merespons permasalahan kontemporer. Tulisan ini akan mencoba menjelaskan tentang konsep maslahat dan mafsadah menurut Imam al-Ghazali dalam penentuan hukum, syarat beramal dengan kedua konsep tersebut juga akan diulas, penjelasan tentang beliau sebagai peletak kerangka Ilmu Maqâs}id al-Syarî’ah, serta aplikasi konsep maslahat dan mafsadah tersebut dalam penentuan hukum turut Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali Pemahaman yang menyeluruh tentang maslahat dan mafsadah dalam penyelesaian hukum amat diperlukan, hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan suatu hukum dengan menggunakan konsep tersebut. Setiap ulama dari tiap-tiap mazhab mempunyai pendekatan sendiri dalam menentukan hukum dengan menggunakan konsep maslahat dan mafsadah yang kedua-duanya terangkum dalam maqâs}id al-syarîah. Imam al-Ghazali dianggap ulama pertama membicarakan maslahat secara detail dan panjang lebar dengan meletakkan asas dan metode Dalam kitabnya Syifâ’ al-Ghalîl, tepatnya dalam pembahasan qiyâs, beliau telah memberikan pengertian maslahat secara tidak langsung. Beliau memulai ide maslahat yang dinyatakannya di 7 Ibid., Akbar Sarif, “Analisis Perbandingan Konsep Maslahah dan Mafsadah antara Imam al-Ghazali dan Imam al-Shatibi,” Tesis Master, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 2012, Hayatullah Laluddin, et al, “Al-Mas}lahah Public Interest with Special Reference to al-Imam al-Ghazali”, Jurnal Syariah, Vol. 14, No. 2, 2006, 103-120; Hayatullah Laluddin, “The Concept of Mas}lahah with Special Reference to Imam al-Ghazali and Its Potential Role in Islamization of Sociology”. Thesis Doktor of Philosophy, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 2006, 26-38. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 357Vol. 13, No. 2, November 2017dalam konsep al-munâsabat. Beliau melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan al-munâsabat, seperti; apakah ukuran yang pasti yang perlu diketahui seseorang untuk mengenal makna sesuatu itu bersesuaian? Kemudian beliau menjawab bahwa makna-makna yang bersesuaian itu ialah apa saja yang menunjukkan kepada maslahat dan tanda-tandanya. Lafal maslahat merupakan bentuk umum ijmâl dan ditujukan guna pengambilan manfaat dan menolak mudarat. Konsep al-munâsabat adalah kembali pada al-maqs}ad tujuan membagi al-maqs}ad tujuan dari munâsabat kepada dua hal terkait agama al-dînî dan terkait dunia al-dunyawi. Baik tujuan agama dan dunia, masing-masing memiliki “tah}s}îl” dan “ibqâ’”. Yang dimaksud “tah}s}îl” adalah meraih manfaat, dan yang dimaksud “ibqâ’” adalah senantiasa menolak mudarat. Artinya, tujuan dari munâsabat adalah senantiasa meraih manfaat dan menolak kitab al-Mustas}fâ min Ilm al-Us}ûl, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa maslahat ialah suatu pernyataan terhadap pencapaian manfaat dan menolak mudarat. Artinya, munâsabat dan maslahat terkait erat, yaitu sama-sama untuk mencapai manfaat dan menolak mudarat. Untuk mengetahui maslahat dari sesuatu, tidak dapat diketahui hanya oleh akal manusia, melainkan juga harus dengan bantuan dalil Pandangan beliau ini diikuti oleh Imam al-Syatibi dan ulama-ulama Untuk itu, ukuran diterimanya maslahat ialah syarak dan bukan akal Maslahat sendiri hakikatnya adalah memelihara tujuan syariat yang terbagi atas 5 hal memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, serta Sebaliknya, tujuannya bukan untuk atau atas dasar kehendak manusia. Penekanan ini bukan bermakna bahwa beliau menakan manusia, namun karena manusia mempunyai perbedaan dalam menilai maslahat, maka syarak mesti menjadi Menurut beliau, tujuan manusia hendaklah tidak bertentangan dengan 10 Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl fî Bayân al-Syabh wa al-Mukhîl wa Masâlik al-Tas}îl, Tahkik oleh Zakariyya Amayrat, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H, 79. 11 Akbar Sarif, “Analisis Perbandingan...”, Fakhruddin al-Razi, al-Mah}sûl fî Ilm Us}ûl al-Fiqh, Tahkik oleh Taha Jabir Fayyadh al-Alwani, Juz 5, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet 2, 1416 H/1992 M, al-Syawkani, Irsyâd al-Fuh}ûl ilâ Tah}qîq al- H}aq min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abu Hafs Sami bin al-Arabi al-Asyra, Juz 2, Riyadh Dâr al- Fad}îlah, 1421 H/2000 M, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mustas}fâ min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abdullah Mahmud Muhammad Umar, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 2008, 275. 15 Wahbah al-Zuhaili, Us}ûl al-Fiqh al-Islâmî, Juz 2, Damascus Dâr al-Fikr, Cet. 15, 1428 H/2007 M, 37. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad358Jurnal TSAQAFAHtujuan Dari sini dapat dipahami bahwa walaupun maslahat berdasarkan kehendak syarak, namun pada hakikatnya selaras dengan kehendak Imam al-Ghazali berpandangan bahwa maslahat hanya sebagai metode dalam pengambilan hukum, dan bukannya sebagai dalil atau sumber Oleh sebab itu beliau menjadikan maslahat sebagai dalil yang masih bergantung kepada dalil lain yang lebih utama, seperti al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijmak. Jika maslahat bertentangan dengan nas, maka ia tertolak sama sekali. Dalam hal ini beliau sangat berhati-hati dalam membuka pintu maslahat agar tidak disalahgunakan oleh kepentingan hawa nafsu manusia. Bahkan di akhir dari pembahasan tentang maslahat dalam karyanya al-Mustas}fâ, Imam al-Ghazali menegaskan bahwa maslahat bukan sumber hukum kelima setelah al-Qur’an, al-Sunnah, ijmak, dan qiyâs. Jika ada yang menganggap demikian, maka ia telah melakukan kesalahan, karena dalam pandangan Imam al-Ghazali maslahat kembali kepada penjagaan maqâs}id al-syarîah dan merupakan hujah Para ulama sepakat akan hal ini, kecuali Imam al-Syatibi yang berpandangan bahwa maslahat sebagai sumber hukum karena ia bersifat kulliy universal. Imam al-Syatibi menyatakan bahwa berhukum dengan sesuatu yang bersifat al-kulliy merupakan hukum qat}iy pasti dan para ulama sepakat akan hal mafsadah berarti sesuatu yang rusak21 atau suatu kemudaratan. Antonimnya adalah maslahat22 atau juga Artinya, mafsadah adalah kemudaratan yang membawa kepada kerusakan. Mafsadah dan maslahat memiliki kaitan yang erat. Ketika ulama menggunakan konsep maslahat dalam penentuan suatu hukum, 16 Yusuf Hamid Alim, al-Maqâs}id al-Ammah li al-Syarîah al-Islâmiyah, Riyadh al-Dâr al- Alamiyah li al-Kutub al- Islâmîy, Cet. 2, 2008, Lihat al-Syatibi, al-Muwâfaqât..., Jil. 1, Juz. 1, Mahdi Faslullah, al-Ijtihâd wa al-Mant}iq al-Fiqh fî al-Islâm, Beirut Dâr al-T}alî’ah, 297. Lihat juga Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al Ghazali Maslahah Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta Pustaka Firdaus, 2002, 144. 19 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, 282-283. 20 Al-Syatibi, al-Muwâfaqât..., Jilid 2, Juz 3, 7. Lihat penjelasan al-Raysuni tentang pengaruh Imam al-Ghazali dalam pemikiran Imam al-Syatibi dalam, Ahmad al-Raysuni, Naz}ariyyah al-Maqâs}id ind Imâm al-Syât}ibî, Riyadh al-Dâr al-Âlamiyyah li al-Kutub al-Islâmî, Cet. 2, 1412 H/1992 M, 295-297. 21 Abi al-Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mujam Maqâyis al-Lughah, Abdussalam Muhammad Harun Muhaqqiq, Jil. 4, Mesir Mat}baah Mus}t}afâ al-Bâbî al-Halabî, Cet. 2, 1391 H/1971 M, Ibnu Manzur, Lisân al-Arab, Jil. 3, Beirut Dâr S}âdir, Cet. 3, 1414 H/1994 M, Qutb Mushtafa Sanu, Mujam Mus}t}alah{ât Us}ûl al-Fiqh, Damascus Dâr al-Fikr, 1420 H/2000 M, 318. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 359Vol. 13, No. 2, November 2017maka konsep mafsadah juga terikut. Menurut Imam al-Ghazali, mafsadah merupakan sesuatu yang membawa terhapusnya sebagian atau keseluruhan maqâs}id al-syarîah yang Dalam pandangan Imam al-Ghazali ini dikenal dengan mafsadah h}aqîqiyyah. Mafsadah h}aqîqiyyah tidak hanya merusak sebagian atau keseluruhan maqâs}id al-syarîah yang lima itu, namun juga menghapus atau merusak hal-hal yang terkait dengannya wasilah, atau dikenal dengan istilah mafsadah majâziyyah. Izzuddin Abdussalam mengatakan bahwa mafsadah majâziyyah merupakan sebab timbulnya mafsadah h} Sebagai contoh, zina adalah mafsadah h}aqîqiyyah, adapun melihat wanita yang bukan mahram merupakan mafsadah majâziyyah, karena merupakan perantara terjadinya zina. Jika perantara itu kuat, maka mafsadahnya semakin kuat dan Beramal dengan Maslahat dan MafsadahSecara umum syarat beramal dengan maslahat menurut Imam al-Ghazali adalah seperti berikuti. Maslahat itu hendaklah mulâim sesuai dengan maksud dan tujuan Inilah yang dijadikan standar penerimaan sesuatu maslahat atau penolakan sesuatu mafsadah. Jika ia sesuai dengan maksud dan tujuan syarak, maka ia diterima dan jika ia tidak sesuai dengan tujuan dan kehendak syarak, maka ia Maslahat tidak bertentangan dengan nas Jika betentangan, maka ia tertolak. iii. Maslahat tidak bertentangan dengan maslahat atau dengan dalil yang lebih kuat. Jika terjadi kontradiksi di antara maslahat dan maslahat, atau maslahat dengan mafsadah, maka Imam al-Ghazali menggunakan mana prediksi yang lebih benar ghalabat al-z}ann terhadap sesuatu Maslahat dapat diterima jika bersifat d}arûriyyah, kulliyyah, dan 24 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Izzuddin Abdussalam, Qawâid al-Ah}kâm fî Mas}âlih} al-Anâm, Juz 1, Cairo Dâr al-Syarq, 1388 H/1968 M, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mankhûl min Ta’lîqât al-Us}ûl, Beirut Dâr al-Fikr al-Muâs}ir, Cet. 3, 1998, 465; Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Abu Hamid al-Ghazali, Asâs al-Qiyâs, Riyadh Maktabah al-Abîkân, 1994, 99. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad360Jurnal TSAQAFAHqat}’iyyah29, atau berstatus z}ann yang mendekati qat}’ umum, syarat-syarat di atas diterima oleh para Namun perlu ditekankan bahwa maslahat yang bersifat d}arûriyyah, kulliyyah, dan qat}’iyyah yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali di atas hanya berlaku ketika orang-orang kar menjadikan tawanan Muslim sebagai perisai perang dan bukan dalam semua Imam al-Ghazali Peletak Kerangka Ilmu Maqâs}id al-SyarîahSecara umum, maqâs}id al-syarîah adalah tujuan yang hendak dicapai bagi manusia dari penetapan sebuah hukum syarak terhadap manusia demi tercapainya kemaslahatan dan terhindarnya kerusakan di dunia dan di akhirat. Tujuan tersebut terkait dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Untuk mencapai maqâs}id al-syarîah maka pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah merupakan elemen penting dan haruslah seiring sejalan dan tidak dapat dipisahkan antara keduanya. Karena mencapai maslahat saja tanpa menolak mafsadah tidaklah lengkap untuk mencapai maqâs}id al-syarîah, sedangkan menolak mafsadah tanpa mencapai maslahat, maka manusia akan mengalami kekeliruan karena tidak adanya tujuan yang pasti yang hendak dicapai. Namun dengan pencapaian maslahat dan penolakan mafsadah yang berjalan seiring akan tercapailah tujuan dari syarak atau yang kita kenal dengan maqâs}id al-syarîah. Oleh sebab itu, pencapaian tehadap maslahat dan penolakan mafsadah dalam penentuan sebuah hukum amat diperlukan agar tidak melenceng dari tujuan syarak yang sebenarnya,33 sehingga konsep maslahat dan mafsadah masuk dalam maqâs}id al-syarî Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Ibid,. Jil. 1, Contohnya pandangan Imam al-Syatibi, bahwa maslahat itu sejalan atau sesuai dengan tujuan syarak, yaitu dapat diamalkan dengan tidak bertentangan dengan nas al-Qur’an, al-Sunnah, dan ijmak. Al-Syatibi, al- Itis}âm, Jilid 1, Juz 2, Tahkik oleh Sayyid Ibrahim, Cairo Dâr al-Hadîts, 2003, 372-373. Al-Syatibi, al-Muwâfaqât, Jilid 1, Juz 1, al-Syawkani, Irsyâd al-Fuh}ûl..., Juz 2, 993-994. Ahmad Munif Suratmaputra, Filsalafat Hukum..., Al-Amidi, al-Ih}kâm fî Us}ûl al-Ah}kâm, Juz 3, Riyadh Dâr al-S}amî’i, 1424 H/2003 M, 345-346. Muhammad al-Hadari Bik, Us}ûl al-Fiqh, Mesir Maktabah al-Tijâriyyah al-Kubrâ, Cet. 6, 1389 H/1969 M, Kutbuddin Aibak, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2008, 253. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 361Vol. 13, No. 2, November 2017Imam al-Ghazali berpandangan bahwa untuk mencapai tujuan syarak yang benar hendaklah dengan menjaga maslahat yang lima, namun memelihara maslahat saja tidaklah cukup untuk mencapai maqâs}id al-syarîah, ia mesti diikuti pula dengan menolak mafsadah. Bagi Imam al-Ghazali setiap perkara yang menafikan lima asas tujuan syariat tersebut adalah Penetapan maslahat dan mafsadah harus benar, sehingga tidak terjadi kontradiksi antara maslahat dengan maslahat atau maslahat dengan mafsadah. Artinya, dibutuhkan tarjih terhadap sesuatu yang diyakini maslahat atas suatu mafsadah. Dalam melakukan tarjih ini, Imam al-Ghazali menggunakan metode ghalabat al-z}ann,36 yang ditempuh atas tujuh cara 1 tarjih berdasarkan dominasi,37 2 tarjih berdasarkan d}arûriyyât al-khamsah,38 3 tarjih berdasarkan hukum taklifi,39 4 tarjih berdasarkan ruang lingkup pemakaiannya,40 5 berdasarkan legitimasi syarak,41 6 berdasarkan ijmak ulama,42 dan 7 berdasarkan i’tibâr al-ma’ Lalu bagaimana 35 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Muhammad Bakar Ismail Hubaib, Maqâs}id al-Syarîah Ta’s}îlan wa Taf’îlan, Makkah Idârah Da’wah wa al-Ta’lîm bi Râbit}ah al-Âlam al-Islâmî, 1427 H, 104. 37 Melakukan tarjih di antara kedua posisi dengan memilih salah satu yang lebih dominan. Jika posisi yang mendominasi adalah maslahat, maka ia adalah maslahat, dan jika yang mendominasi adalah mafsadah, maka ia adalah mafsadah. Berdasarkan konsep râjih} dan marjûh} dalam penentuan hukum, jika terjadi pertentangan di antara keduanya maka maslahat yang râjih} adalah diutamakan daripada maslahat atau mafsadah marjûh}. Lihat Abu Hamid al-Ghazali, al-Mankhûl..., 470. Yaminah Said Busaadi, Maqâs}id al-Syarîah wa Atsaruhâ fî al-Jam wa al-Tarjîh} bayna al-Nus}ûs}, Beirut Dâr Ibn H{azm, 1428 H/2007 M, 289. Ridzwan Ahmad, “Metode Pentarjihan Maslahah dan Mafsadah dalam Hukum Islam Semasa”, dalam Jurnal Syariah, Jil. 16, Bil. 1, 2008, Tarjih ini dilakukan dengan melihat kedudukan dan kekuatan dalam pemakaian maslahat dan mafsadah, dan juga melibatkan kedudukan maslahat dan mafsadah di dalam konsep d}arûriyyah, h}âjiyyah, dah tah}sîniyyah. Lihat Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, Ibid., Jika maslahat dan mafsadah bertentangan dalam ruang lingkup penggunaannya, yaitu pada kategori umum dan khusus, menurut Imam al-Ghazali, maslahat atau mafsadah umum diutamakan daripada yang khusus. Ibid., 28141 Kedudukan maslahat dan mafsadah ditentukan oleh syarak. Dengan itu, pertentangan di antara keduanya juga ditentukan oleh sejauhmana kadar keperluan manusia terhadap keduanya di sisi syarak. Maka maslahat dan mafsadah qat}’iyyah adalah diutamakan daripada maslahat dan mafsadah wahmiyyah. Juga maslahat dan mafsadah z}aniyyah itu diutamakan daripada wahmiyyah. Lihat Ibid., Jil. 1, 279. Lihat juga Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl..., Maksudnya, mengutamakan kesepakatan para ulama dan menghindari pertentangan di antara mereka terkait maslahat dan mafsadah lebih diutamakan. Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl..., Artinya dengan menilai risiko dari suatu perbuatan tersebut. Dengan mengetahui risiko sesuatu itu, maka akan memudahkan fukaha dalam menentukan maslahat dan mafsadah. Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, 280 Abu Hamid al-Ghazali, al-Mankhûl..., 468. Lihat juga Akbar Sarif dan Ridzwan Ahmad, “Kepentingan I’tibar al-Ma’al dalam Istinbat Hukum dan Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad362Jurnal TSAQAFAHjika maslahat dan mafsadah sama kedudukannya? Atas hal itu para ulama beramal dengan kaidah fikih “Dar’ al-mafâsid muqaddam min jalb al-mas}âlih}” .44 Ini karena persamaan di antara maslahat dengan mafsadah ada dalam pemikiran mujtahid ketika proses penentuan hukum. Sebelum ditentukan mana posisi yang dominan, maka mujtahid akan menganggap kedua posisi itu adalah Setelah diketahui mana posisi yang dominan, maka ia diutamakan. Walau sebenarnya kaidah ini bukanlah sesuatu yang mutlak, karena ia hanya salah satu dari metode ijtihad jika terjadi ikhtilaf. Konsep maslahat dan mafsadah yang dijelaskan secara komprehensif oleh Imam al-Ghazali di atas telah menjadi asas bagi maqâs}id al-syarîah. Atas dasar itu, beliau dianggap sebagai peletak asas-asas utama atau kerangka ilmu maqâs}id al-syarî Al-Raysuni mengapresiasi beliau dan mengatakan bahwa Imam al-Ghazali mempunyai kedudukan yang tinggi dan pengaruh yang luas dalam pembahasan ilmu maqâs}id, baik semasa beliau hidup hingga hari ini. Meski cikal-bakal ilmu maqâs}id sudah ada di masa Imam al-Juwaini, namun Imam al-Ghazali layak dianggap sebagai peletak dan pendahulu terhadap ilmu ini karena pemikirannya yang komprehensif dan Maslahat dan Mafsadah dalam Penentuan HukumJika dilihat secara keseluruhannya pada konsep maslahat dan mafsadah, maka akan didapati banyak kesamaan antara Imam al-Ghazali dengan ulama lain dalam penentuan hukum syariat. Namun Aplikasinya dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia” dalam Noor Naemah, at al, Maqasid al-Shari’ah Konsep dan Pendekatan, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2016, Al-Suyuti, al-Asybâh wa al-Naz}âir fî Qawâid wa Furû Fiqh al-Syâiyyah, Mesir Mus}t}afâ al-Bâb al-Halabi wa Awlâdih, 1356 H/ 1938 M, Muhammad Abu Zahrah, Us}ûl al-Fiqh, Cairo Dâr al-Fikr al-Arabî, Lihat Yusuf Ahmad Muhammad al-Badawi, Maqâs}id al-Syarîah..., 75-75. Ridzwan bin Ahmad, “Keunggulan Metodologi Hukum Imam al–Sya’i dalam Menangani Permaslahan Hukum Islam Semasa Kertas Kerja dibentang dalam Seminar Hukum Islam Semasa VI Peringkat Kebangsaan ’Pemantapan Mazhab Sha’i di Malaysia’ Anjuran Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 22-23 Oktober 2009 bersamaan 3-4 Zulkaedah 1430 H, 1647 Ahmad al-Raysuni,“al-Bah}ts fî Maqâs}id al-Syarîah Nasy’atuhu wa Tat}awuruhu wa Mustaqbaluhu”, dalam Ahmad Zaki Yamani, Maqâs}id al-Syarîah al- Islâmiyyah Dirâsât fî Qad}âyâ al-Manhaj wa Majâlât al-Tat}bîq, Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turâts al-Islâmî-Markaz Dirâsât Maqâs}id al-Syarîah al-Islâmiyyah, 2006, 211. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 363Vol. 13, No. 2, November 2017biasanya terdapat perbedaan pada masalah furû’iyyah cabang yang disebabkan perbedaan pandangan terkait syarat beramal dengan maslahat dan mafsadah itu. Contohnya, hukum dibolehkan atau tidaknya memukul orang yang dituduh melakukan Imam al-Ghazali dari Sya’iyyah melarang memukul orang yang masih diragukan melakukan sebuah Sedangkan ulama lain seperti Imam al-Syatibi, membolehkan tindakan itu guna mendapatkan maklumat atau pengakuan dari si kasus seperti ini kemungkinan banyak yang menganggap bahwa seseorang yang melakukan pidana tidak mungkin mengakui kesalahannya, maka dengan melakukan pemukulan akan terungkap pengakuan dari pihak terpidana, dengan kata lain pemukulan merupaka n perantara kepada pengakuan. Menurut Imam al-Syatibi, pemukulan ini mempunyai dua kebaikan pertama, akan menjadi pengakuan dan bukti terpidana di hadapan Tuhannya dan kedua, akan memberikan efek jera sehingga yang lain tidak akan berani melakukan hal yang Berbeda dengan itu, Imam al-Ghazali berpandangan bahwa meskipun tindakan pemukulan itu mengandung maslahat, namun di dalamnya terdapat pertentangan antara maslahat dan mafsadah. Dan Imam al-Ghazali dalam posisi bahwa syarat beramal dengan maslahat adalah tidak terdapat kontradiksi di Sedangkan dalam kasus ini terdapat pertentangan antara maslahat dan mafsadah, yaitu pertama, maslahat penjagaan jiwa orang yang tertuduh melakukan pidana, padahal boleh jadi ia tidak melakukan kejahatan tersebut. Kedua adalah maslahat penjagaan harta. Jika dilakukan pemukulan akan mengakibatkan mafsadah kepada orang yang tertuduh. Imam al-Ghazali lantas melakukan tarjih atas maslahat dan mafsadah untuk mencapai tujuan syarak yang benar. Pada kesimpulannya, Imam al-Ghazali memandang bahwa tidak memukul atau membebaskan orang yang melakukan kesalahan lebih baik daripada memukul orang yang 48 Penjelasan tentang kedua mazhab ini silahkan rujuk Abdullah Abd al-Muhsin al-Turki, Asbâb Ikhtilâf al-Fuqahâ, Cairo Mat}ba’ah al-Sa’âdah, 1973, 202-203; Saadan Man, et al, Fiqh Ikhtilaf, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2009, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa..., Jil. 1, 278. Abu Hamid al-Ghazali, Syifâ’ al-Ghalîl..., Al-Syatibi, al-Muwâfaqât…, Jil. 1, Ibid., Abu Hamid al-Ghazali, Asâs al-Qiyâs…, Abu Hamid al-Ghazali, al-Mus}tas}fa…, Jil. 1, 278. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad364Jurnal TSAQAFAHDua sebab tersebut masuk ke dalam d}arûriyyat al-khamsah yang mesti dijaga. Penjagaan jiwa memerlukan penjagaan dengan tidak memberikan hukuman kecuali kepada terpidana. Kejahatan hendaklah ditetapkan dengan hujah atau bukti. Jika tidak terdapat hujah yang kuat, maka hukuman bagi tertuduh melakukan pidana tidak dapat diberikan. Oleh karena itu, jika tidak ada bukti seseorang melakukan kesalahan, maka dilarang melakukan hukuman kepadanya. Hukuman atas orang yang tidak melakukan kesalahan berarti telah menghilangkan hak orang tersebut untuk menjaga jiwanya dan Jikapun bagi pemilik harta terdapat maslahat dengan memukul tertuduh dengan harapan ia mengakui sesuatu yang belum tentu dibuatnya, maka hal tersebut merupakan suatu kesalahan, karena kesaksiannya tidak dapat diterima dalam keadaan Dengan begitu sebaiknya tidak memberikan hukuman kepada orang yang masih diragukan melakukan kesalahan kecuali telah ada bukti. Allah SWT telah memperingatkan kepada manusia melalui rma-Nya “Dan orang-orang yang mengganggu serta menyakiti orang lelaki dan perempuan yang beriman dengan perkataan atau perbuatan yang tidak tepat dengan suatu kesalahan yang dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara dusta dan berbuat dosa yang amat nyata.” QS. al-Ahzab 58Dari ayat ini dapat dipahami bahwa jika tiada kesalahan yang dilakukan oleh seseorang maka dilarang menyakitinya. Orang yang telah menyakiti tersebut telah memikul kesalahan karena menuduh secara dusta dan dosa. Dengan begitu, sebaiknya tidak memukul orang yang masih diragukan melakukan pencurian sebaiknya tidak dilakukan. Hal demikian juga merupakan suatu ketidakadilan. Islam 54 Baca, Ahmad Fathi Bahnasi, al-Jarâim fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah, Cairo al-Syirkah al-Arabiyyah, 1959, 59-62. Lihat Juga Abd al-Qadir Awdah, al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad}’iy, Juz 2, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet. 14, 1419 H/1998 M, 611-617. 55 Bersaksi dalam keadaan terpaksa masih ikhtilaf di kalangan ulama antara dibolehkan atau tidak, pendapat pertama mengatakan bahwa pengakuan dalam keadaan terpaksa tidak dapat diterima, sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa pengakuan terpaksa yang dilakukan oleh orang yang diketahui sering melakukan kesalahan maka dibolehkan untuk memukulnya, demi mendapat pengakuannya. Penjelasan lebih lanjut lihat, Ahmad Fathi Bahnasi, al-Masâliyyat al-Jinâiyyah fî al-Fiqh al-Islâmî, Cairo Dâr al-Qalam, 1961, 211-215. Lihat Juga, Ahmad Muhammad Abd al-Azim al-Jamal, Amn al-Ummah min Manz}ûr Maqâs}id al-Syarî’ah, Cairo Dâr al-Salâm, 1430 H/ 2009 M, 217. Lihat, Yunus Abd al-Qawa al-Sayyid al-Sya’i, al-Jarîmah wa al-Iqâb fî al-Fiqh al-Islâmî, Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1424 H/ 2003 M, 262-270. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 365Vol. 13, No. 2, November 2017amat menjaga keadilan, baik atas individu atau Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa Imam al-Ghazali telah meletakkan syarat diterimanya maslahat, yakni harus terhindar dari kontradiksi. Jika terjadi kontradiksi di antara dua maslahat atau maslahat dengan mafsadah, maka digunakanlah ghalabat al-z}ann untuk diamalkan oleh para mujtahid agar tidak terjadi al-Ghazali berpandangan bahwa mencapai kemaslahatan dan mencegah kemudaratan dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga tujuan dan kehendak syarak. Kedua konsep maslahat dan mafsadah mempunyai hubungan yang erat, bahkan gabungan kedua konsep ini secara keseluruhan akan membawa tercapainya maslahat yang hakiki dan tercapainya tujuan syarak. Bagi Imam al-Ghazali, konsep maslahat dan mafsadah hanya sebagai metode saja dalam penentuan hukum dan bukannya sebagai dalil. Untuk menghindari penyelewengan pengaplikasian konsep tersebut perlu diselidiki dan diimbangi secara cermat terlebih dahulu dengan melakukan tarjih antara maslahat dengan mafsadah sebelum menyatakan sesuatu itu maslahat atau Imam al-Ghazali dalam permasalahan maslahat dan mafsadah menunjukkan kapabilitas ilmu beliau di bidang maqâs}id. Terdapat dua alasan utama mengapa beliau dianggap sebagai ulama yang memainkan peran dalam kajian tentang maslahat, pertama Imam al-Ghazali telah membahas konsep ini secara detail lagi sistematik dalam karyanya, kedua terminologi dan klasikasi yang dimiliki oleh Imam al-Ghazali digunakan oleh para ulama setelah beliau. Atas dasar itu Imam al-Ghazali layak dianggap sebagai peletak dan pendahulu ilmu maqâs}id, karena pemikirannya yang komprehensif dan sistematis, meski cikal-bakal ilmu tersebut sudah ada di masa Imam al-Juwaini.[]Daftar PustakaAbdussalam, Izzuddin. 1388 H/1968 M. Qawâid al-Ah}kâm fî Mas}âlih} al-Anâm, Juz 1. Cairo Dâr Zahrah, Muhammad. Târîkh al-Madhâhib al-Islâmiyyah fî 56 Muhammad Salim al-Awi, Maqâs}id al-Sukûti al-Tasyrî’iy, Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turats al-Islâmî, 2008, 49-52. Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad366Jurnal TSAQAFAHTârîkh al-Madhâhib al-Fiqhiyyah, Jil. 2. Cairo Dâr al-Fikr al-Arabiy. ______. Us}ûl al-Fiqh. Cairo Dâr al-Fikr al-Arabî. Ahmad, Ridzwan. 2008. “Metode Pentarjihan Maslahah dan Mafsadah dalam Hukum Islam Semasa”, dalam Jurnal Syariah, Jil. 16, Bil. 1. Aibak, Kutbuddin. 2008. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta Pustaka Pelajar. Alim, Yusuf Hamid. 2008. al-Maqâs}id al-Ammah li al-Syarîah al-Islâmiyah. Riyadh al-Dâr al- Alamiyah li al-Kutub al- Islâmîy, Cet. 1424 H/2003 M. al-Ih}kâm fî Us}ûl al-Ah}kâm, Juz 3. Riyadh Dâr al-S}amî’i. Al-Awi, Muhammad Salim. 2008. Maqâs}id al-Sukûti al-Tasyrî’iy. Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turâts Abd al-Qadir. 1419 H/1998 M. al-Tasyrî’ al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad}’iy, Juz 2, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet. Yusuf Ahmad Muhammad. 2000. Maqâs}id al-Syarîah ind Ibn Taymiyyah. Jordan Dâr al-Nafâis. Bahnasi, Ahmad Fathi. 1959. al-Jarâim fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah. Cairo al-Syirkah al-Arabiyyah. ______. 1961. al-Masâliyyat al-Jinâiyyah fî al-Fiqh al-Islâmî. Cairo Dâr Muhammad al-Hadari. 1389 H/1969 M. Us}ûl al-Fiqh. Mesir Maktabah al-Tijâriyyah al-Kubrâ, Cet. 6. Busaadi, Yaminah Said. 1428 H/2007 M. Maqâs}id al-Syarîah wa Atsaruhâ fî al-Jam wa al-Tarjîh} bayna al-Nus}ûs}. Beirut Dâr Ibn H{ Mahdi. , al-Ijtihâd wa al-Mant}iq al-Fiqh fî al-Islâm. Beirut Dâr al-T}alî’ah. Al-Ghazali, Abu Hamid. 1994. Asâs al-Qiyâs. Riyadh Maktabah al- 1998. al-Mankhûl min Ta’lîqât al-Us}ûl. Beirut Dâr al-Fikr al-Muas}ir, Cet. 3. ______. 1999 M/1420 H. Syifâ’ al-Ghalîl fî Bayân al-Syabh wa al-Mukhîl wa Masâlik al-Tas}îl, Tahkik oleh Zakariyya Amayrat. Beirut Dâr al-Kutub al- 2008. al-Mustas}fâ min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abdullah Mahmud Muhammad Umar. Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah. Hubaib, Muhammad Bakar Ismail. 1427 H. Maqâs}id al-Syarîah Ta’s}îlan wa Taf’îlan. Makkah Idârah Da’wah wa al-Ta’lîm bi Râbit}ah al-Âlam al-Islâmî. Konsep Maslahat dan Mafsadah menurut Imam al-Ghazali 367Vol. 13, No. 2, November 2017Ibnu Ahmad, Ridzwan. 1430 H. “Keunggulan Metodologi Hukum Imam al–Sya’i dalam Menangani Permaslahan Hukum Islam Semasa Kertas Kerja dibentang dalam Seminar Hukum Islam Semasa VI Peringkat Kebangsaan ’Pemantapan Mazhab Sha’i di Malaysia’ Anjuran Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, 22-23 Oktober 2009 bersamaan 3-4 Zulkaedah. Ibnu Manzur. 1414 H/1994 M. Lisân al-Arab, Jil. 3. Beirut Dâr S}âdir, Cet. Moni, Yasid. 2004. “Metode Pentafsiran Nass Menurut Mutakalimin dan Ahnaf Satu Analisis”, Thesis Doktor. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universeiti Malaya. Al-Jamal, Ahmad Muhammad Abd al-Azim. 1430 H/ 2009 M. Amn al-Ummah min Manz}ûr Maqâs}id al-Syarî’ah, Cairo Dâr al-Salâm. Khalaf, Abd al-Wahab. 1942. Ilm Us}ûl al-Fiqh. Mesir Maktabah Dakwah al-Islâmiyah, Cet. 8. Laluddin, Hayatullah. 2006. “The Concept of Mas}lahah with Special Reference to Imam al-Ghazali and Its Potential Role in Islamization of Sociology”. Thesis Doktor of Philosophy. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya. ______. et al. 2006. “Al-Mas}lahah Public Interest with Special Reference to al-Imam al-Ghazali”, Jurnal Syariah, Vol. 14, No. 2. Man, Saadan. et al. 2009. Fiqh Ikhtilaf. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. Al-Qara. 1995. Nafâis al-Us}ûl fî Syarh} al-Mahs}ûl, Maktabah Must}afâ al-Baz. Al-Raysuni, Ahmad. 1412 H/1992 M. Naz}ariyyah al-Maqâs}id ind Imâm al-Syât}ibî. Riyadh al-Dâr al-Âlamiyyah li al-Kutub al-Islâmî, Cet. Fakhruddin. 1416 H/1992 M. al-Mah}sûl fî Ilm Us}ûl al-Fiqh, Tahkik oleh Taha Jabir Fayydh al-Alwani, Juz 5, Beirut Mu’assasat al-Risâlah, Cet Qutb Mushtafa. 1420 H/2000 M. Mujam Mus}t}alah{ât Us}ûl al-Fiqh. Damascus Dâr Akbar. 2012. “Analisis Perbandingan Konsep Maslahah dan Mafsadah antara Imam al-Ghazali dan Imam al-Shatibi,” Tesis Master. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya. ______., Ridzwan Ahmad. 2013. “Maslahah sebagai Metode Istinbat Hukum serta Aplikasinya dalam Pembinaan Hukum Satu Akbar Sarif, Ridzwan Ahmad368Jurnal TSAQAFAHAnalisis”, Makalah dalam International Seminar on Usul Fiqh 2013, di Universiti Sains Islam Malaysia USIM, Bandar Baru Nilai, Negeri Sembilan 23-24 Oktober Ridzwan Ahmad. 2016. “Kepentingan I’tibar al-Ma’al dalam Istinbat Hukum dan Aplikasinya dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia” dalam Noor Naemah, at al, Maqasid al-Shari’ah Konsep dan Pendekatan. Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. Suratmaputra, Ahmad Munif. 2002. Filsafat Hukum Islam al Ghazali Maslahah Mursalah dan Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta Pustaka 1356 H/ 1938 M. al-Asybâh wa al-Naz}âir fî Qawâid wa Furû Fiqh al-Syâiyyah. Mesir Mus}t}afâ al-Bâb al-Halabi wa Awlâdih. Al-Sya’i, Muhammad Idris. al-Risâlah. Beirut al-Maktabah al-Islâmiyyah. Al-Sya’i, Yunus Abd al-Qawa al-Sayyid. 1424 H/ 2003 M. al-Jarîmah wa al-Iqâb fî al-Fiqh al-Islâmî. Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah. Al-Syatibi. 1424 H/2003 M. al-Muwâfaqât fî Us}ûl al-Syarî’ah, Tahkik oleh Muhammad Abdullah Darraz, Jil. 2, Juz 4. Beirut Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Cet. 2003. al- Itis}âm, Jilid 1, Juz 2, Tahkik oleh Sayyid Ibrahim. Cairo Dâr al-Hadîts. Al-Syawkani. 1421 H/2000 M. Irsyâd al-Fuh}ûl ilâ Tah}qîq al- H}aq min Ilm al-Us}ûl, Tahkik oleh Abu Hafs Sami ibn al-Arabi al-Asyra, Juz 2. Riyadh Dâr al- Fad} Abdullah Abd al-Muhsin. 1973. Asbâb Ikhtilâf al-Fuqahâ. Cairo Mat}ba’ah al-Sa’âdah. Yamani, Ahmad Zaki. 2006. Maqâs}id al-Syarîah al- Islâmiyyah Dirâsât fî Qad}âyâ al-Manhaj wa Majâlât al-Tat}bîq. Cairo Mu’assasat al-Furqân li al-Turâts al-Islâmî-Markaz Dirâsât Maqâs}id al-Syarîah al-Islâmiyyah. Zakariya, Abi al-Husayn Ahmad bin Faris bin. 1391 H/1971 M. Mujam Maqâyis al-Lughah, Tahkik oleh Abdussalam Muhammad Harun, Jil. 4. Mesir Mat}baah Mus}t}afâ al-Bâbî al-Halabî, Cet. Hamid Fahmy. 2009. “Framework Studi Islam”, dalam Jurnal Islamia, Vol. V, Al-Zuhaili, Wahbah. 1428 H/2007 M. Us}ûl al-Fiqh al-Islâmî, Juz 2. Damascus Dâr al-Fikr, Cet. 15. ... Any form of risk faced by the bank is one form of mafsadah. In Islam, the achievement of the maslahah and denial of mafsadah is the ultimate goal of setting up Islamic law hukm especially to resolve contemporary Muslims problems Sarif & Ahmad, 2017. Maslahah and mafsadah are approaches used by the scholars and mujtahid to solve problems in which evidence is not found in the al-Quran and hadith by using a particular methodology. ...... Islamic scholars regard maslahah as the true goal of justice. According to Imam al-Ghazali as cited by Sarif & Ahmad 2017, maslahah is just a method or the way to bring out the hukm rather than an evidence or sources of hukm. Therefore it still needs to depend on the primary sources which are Al-Quran and Sunnah because the element of maslahah itself is the main focus and the purpose of hukm in Islam Ishak, 2019 in Surah 5 that says "Allah does not intend to make difficulty for you"Qur'an, 5 6. ... Norazlina MamatA. RidzwanThe permissible imposition of ta’widh on the delay repayment against financing in Islamic banking is based on the ijitihad made by Shariah advisor of bank as a maslahah. The concept of maslahah and mafsadah are always used as a guide by Muslim Scholars to resolve contemporary Muslim problems. For this research, the instrument used to obtain the data is through library method and field research. The data was then analyzed using inductive and deductive method to see whether or not maslahah approach towards this issue is in line with its concept and objective. Generally, results showed that the late payment charges imposed by Islamic banking have conformed to the real maslahah concept by celebrating both parties, banks and customers, based on some aspects investigated such as the law imposition of ta’widh itself, the basis and the rate of ta’widh imposition, as well as ta’widh clauses in contracts. Thus, this research has found out that the Islamic banking institutions in Malaysia need to improve on the implementation of ta’widh as one of the ways to prevent customers from the lapse of repaying to the bank.... Various previous studies had shown that Islamic leadership based on the Quran and Sunnah has positive implications for organizations. This is because Islam always teaches its followers to achieve maslahah and completely reject masfadah Sarif & Ahmad, 2018. The practice of achieving maslahah and completely rejecting masfadah means that the person is wise enough to only do good. ...... This the researcher said because based on the results of interviews with the subject that they had long used the pirated windows as a facility to use. In addition, civil servants were also seen using the same pirated windows used by students [22]. ...SadianiLaili WahyunitaMuhammad Bayu Heksa Putra HermawanAnnisa RahimahThis research was motivated by the widespread use of pirated windows among students of IAIN Palangka Raya that they get from the service of installing computer shops in the City of Palangka Raya. The legal status of using pirated windows is categorized as urf facade. . But there is tolerance among students of IAIN Palangka Raya who are classified as not being able to obtain original windows, that they may use pirated windows for lecture purposes. This is ḥillah because the origin was banned but used for good. Also due to difficulties if you require to use original windows. Finally, the use of pirated windows can be tolerated. This is in line with the masyaqqah's perspective that the aim is to take rukhs’ Adi Saputera, Moh. Said Alhamid, Kurniati& Ajub IshakPenelitian ini berusaha menelisik bagaimana implementasi asas ultitum remedium dalam ruang kajian hukum pidana dan jinayah islam terhadap pemidanaan anak di Pengadilan Negeri Gorontalo, Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan field research yang menitikberatkan pada hasil pengumpulan data dari informan yang telah ditentukan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Adapun sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Data akan dianalisa dengan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan asas yang dimaksudkan dalam proses persidangan anak cenderung terbaikan, hal inijelas sebagaimana penelusuran penulis sejak 2017 hingga saat ini hakim selalu menjatuhkan sanksi pidana berupa kurungan/penjara. Adapun dalam perspektif hukum islam, menyatakan bahwa penjatuhan sanksi pidana harus melihat konsep ahliyyah, yaitu kemampuan dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya. Artinya, anak dianggap tidak memiliki kecakapan untuk bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah diperbuat, dengan pertimbangan restorative justice dan kemaslahatan anak itu article aims to strengthen the ruling on the law of husbands forcing their wives to have abortions due to economic reasons. So far, abortion has always been considered to be something that is always blamed in law and religion, when in fact humans have the right to have an abortion legally, according to the reasons that support it. This type of research uses qualitative, with a literature review approach where the data collected by researchers are taken based on primary and secondary sources. Primary sources are related to the topic of abortion and the thoughts of Al Ghazali and Yusuf Qardawi about abortion, while secondary based on previous studies relevant to the theme. The analysis technique used is content analysis, with descriptive-analysis method. The results of this study indicate that 1 When viewed from Maqashid Sharia Al Ghazali that the law of abortion due to economic factors is haram, while 2 When reviewing the concept of emergency Yusuf Qardawi that abortion due to economic factors is permissible but not more than 40 days of gestation, with the author's analysis that Yusuf Qardawi allows for reasons of common benefit, because poverty economic factors is prone to be a factor of crime against society, such as theft, robbery and even murder. Busyro BusyroOne of the people who have the right to receive the zakâh mentioned in the eight aṣnâf is fî sabîlillah people who are in a jihâd. Jihâd and all the means relating to it are the initial meaning agreed upon by most of ulama. The term fî sabîlillâh has been understood further in the context of the construction of places of worship and Islamic centers. This meaning expansion the term fî sabīlillah certainly needs to be seen in relation to maqâṣid al-syarîah, especially in relation to illat as one of the main instruments of maqâṣid al-syarîah. The discussion by using illat concluded that the development of the meaning of fî sabîlillâh to other than jihâd is permissible as long as it is intended to help individuals who struggle for the sake of the establishment of religion by financing their activities. Furthermore, this meaning is more in line with maqâṣid al-syarîah. Abdullah Tri WahyudiThe dominance of systemic law in Indonesia which stems from Legal Positivism also affects the legal reasoning conducted by judges in court. Systemic law positions moral outside the law is failing to realize justice, this failure also affects the failure of legal reasoning by judge for cases in court. For this reason, it is necessary to change radically from systemic to non-systemic and also in legal reasoning by returning the law that is not value or moral free. This study aims to offer a change in systemic law to non-systemic law and how the value base in non-systemic legal reasoning. This study uses a philosophical approach that is by conducting an in-depth analysis of legal theories of Legal Positivism with theories of criticism of it in legal reasoning used by judges in court then for criticism in systemic legal reasoning the author tries to offer a non-systemic legal reasoning base with the ethical concept according to Imam Al-Ghazali. Dominasi hukum sistemik di Indonesia yang berakar dari positivisme hukum mempengaruhi pula penalaran hukum yang dilakukan hakim di pengadilan. Hukum sistemik memposisikan moral di luar dari hukum telah gagal mewujudkan keadilan, kegagalan ini berpengaruh pula pada kegagalan penalaran hukum terhadap kasus-kasus yang masuk ke pengadilan. Untuk itu perlu perubahan secara radikal dari hukum sistemik ke arah hukum non-sistemik termasuk pula dalam penalaran hukum dengan mengembalikan hukum itu tidak bebas nilai/moral basis nilai/moral. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penawaran perubahan hukum sistemik menjadi hukum non-sistemik dan bagaimana basis nilai dalam penalaran hukum non-sistemik. Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis yaitu dengan melakukan analisis secara mendalam terhadap teori-teori hukum Positivisme Hukum dengan teori-teori kritik terhadapnya di dalam penalaran hukum yang digunakan hakim di pengadilan kemudian atas kritik dalam penalaran hukum sistemik penulis mencoba menawarkan basis nilai penalaran hukum non-sistemik dengan konsep etika menurut Imam FentiningrumKebolehan aborsi telah memperoleh legislasi di Indonesia, meskipun dalam hukum Islam melarang adanya praktik aborsi. Adanya legislasi ini membuat resah masyarakat karena hal ini bisa menyebabkan pihak lain dengan leluasa melakukan aborsi. Pada kenyataannya aborsi bisa dilakukan karena kehamilan yang tidak diharapkan KTD baik dalam perkawinan maupun di luar perkawinan seperti pemerkosaan. Korban perkosaan yang mengalami hamil akan memiliki trauma yang sangat luar biasa yang dapat mengancam dirinya. Maka dari itu perlu adanya tindakan-tindakan untuk mengurangi dampak yang terjadi pada diri korban. Selain itu, faktor ekonomi turut andil dalam menyumbang angka aborsi. Jenis penelitian ini adalah kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi sumber-sumber data dengan analisis menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Objek dari penelitian ini adalah pasal-pasal yang mengatur kebolehan aborsi dalam perundangan-undangan di Indonesia dengan analisis maqashid syari’ah Imam Ghazali. Kebolehan aborsi ini bertujuan untuk melindungi nyawa si ibu, karena ibu merupakan induk yang hidup dan memiliki tanggung jawab terhadap kehidupannya. Praktik Aborsi tentunya harus memperhatikan standar prosedur kelayakan yang telah ditetapkan oleh tim medis, tidak boleh melakukannya dengan cara illegal karena itu bisa membahayakan nyawa si ibu. Di samping itu, aborsi pun berhubungan dengan faktor ekonomi. [The permissibility of abortion has obtained legislation in Indonesia, although in Islamic law it prohibits the practice of abortion. The existence of this legislation has made the public uneasy because this could cause othe parties to carry out abortions. In fact, abortion can be done because of an unexpected pregnancy KTD both in marriage and outside of marriage such as rape. Rape victims who become pregnant will experience tremendous trauma that can threaten themselves. Therefore, it is necessary to take measures to reduce the impact on victims. Other than that, economic factors also contribute to the number of abortions. This type of research is a library with a qualitative approach, the data study method used is documentation of data sources with analysis using descriptive-qualitative methods. The object of this research is the articles regulating the permissibility of abortion in Indonesian legislation with the analysis of the maqashid syari’ah Imam Ghzali. Abortion permits are intended to protect the life of the mother, because the mother is a living parent and has responsibility for her life. The practice of abortion, of course, must pay attention to standard procedures set by the medical team, not to do it illegally because it could endanger the life of the mother. Othet than that, abortion is also relate to economic factors.] Busyro BusyroAbstrakHarta merupakan kebutuhan setiap orang yang di dalam Islam mesti didapatkan sesuai dengan aturan-aturan yang benar. Menurut Yûsuf al-Qaradhâwî apabila seseorang sudah terlanjur mendapatkan harta dengan cara maksiat, maka yang bersangkutan tidak boleh memanfaatkan harta itu untuk dirinya, sebaliknya harta itu boleh dipergunakan untuk kepentingan umum. Pemikiran hukum ini beranjak dari adanya pertentangan antara konsep larangan memanfaatkan harta haram secara dharûriyah dan konsep larangan menyia-nyiakan harta yang juga berada dalam tingkat dharûriyah. Dengan pendekatan fiqh maqâshid al-Qaradhâwî menyimpulkan bahwa pertentangan antara dua dharûriyah yang berhubungan dengan pemanfaatan harta harus diprioritaskan kepada mafsadah yang lebih kecil dan maslahah yang lebih besar. Sehingga dengan demikian harta hasil maksiat tidak boleh dimanfaatkan oleh si pelaku maksiat karena menimbulkan mafsadah yang lebih besar pada dirinya dan tidak ada celah maslahah yang didapatkannya. Sebaliknya harta itu boleh dimanfaatkan untuk kepentingan umum, karena terhindar dari mafsadah dan menghasilkan maslahah. Kata Kunci Harta, maslahah, mafsadah, dharûriyah, fiqh maqâshid Abstract Wealth is the need of everyone. In Islam, wealth must be obtained in accordance with the right rules. According to Yûsuf al-Qaradhâwî, if a person has already acquired property by means of immoral, then the concerned must not use the property for himself, otherwise the property may be used for public purposes. This legal thinking moved from the contradiction between the concept of prohibition of harnessing haram possessions by dharuriyah and the concept of prohibition of wasting the wealth which also are in the level of dharuriyah. Using fiqh approach maqashid al-Qaradhâwî concluded that the contradiction between two dharuriyah thinks associated with the use of property should be prioritized to smaller mafsadah and bigger maslahah. Thus the treasure of immoral results should not be exploited by the perpetrators of immoral because it leads to a bigger mafsadah on him and no gap maslahah he got. Instead the treasure may be utilized for the public interest, because avoid mafsadah and produce maslahah. Key word Wealth, maslahah, mafsadah, dharuriyah, fiqh maqashidMetode Pentarjihan MaslahahDan MafsadahDalam Hukum Ridzwan AhmadThe concept of maslahah and mafsadah are always being used as a guide by Muslim Scholars to resolve contemporary Muslims problems. Although, the both concepts were discussed in Usul Fiqh's books, the discussions only touch on a general concept based on examples from the existing Islamic Jurisprudence laws. Furthermore, how to apply the both concepts when there is a contradiction between the two is only been discussed in general without any specific method. This article tries to propose several 'tarjih' methods towards mafsadah and maslahah in resolving contemporary Muslim problems. The methods will be analyzed and used in order to ensure the application of maslahah and mafsadah are not derailed from the truth and is not easily used by certain bodies to claim that their decision is related with the both Noor Naemah, at al, Maqasid alShari'ah Konsep dan PendekatanAplikasinya Dalam Fatwa Majelis UlamaIndonesiaAplikasinya dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia" dalam Noor Naemah, at al, Maqasid alShari'ah Konsep dan Pendekatan, Kuala Lumpur Jabatan Fiqh dan Usul, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, 2016, wa al-Naz} âir fî Qawâ'id wa Furû' Fiqh al-Syâfi'iyyah, Mesir Mus} t} afâ al-Bâb al-Halabi wa AwlâdihAl-SuyutiAl-Suyuti, al-Asybâh wa al-Naz} âir fî Qawâ'id wa Furû' Fiqh al-Syâfi'iyyah, Mesir Mus} t} afâ al-Bâb al-Halabi wa Awlâdih, 1356 H/ 1938 M, 88. 45Us} ûl al-Fiqh, Cairo Dâr al-Fikr alZahrah Muhammad AbuMuhammad Abu Zahrah, Us} ûl al-Fiqh, Cairo Dâr al-Fikr al-'Arabî, Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta Pustaka PelajarKutbuddin AibakAibak, Kutbuddin. 2008. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam. Yogyakarta Pustaka id al-'Ammah li al-Syarî'ah alIslâmiyah. Riyadh al-Dâr al-'Alamiyah li al-Kutub al-IslâmîyYusuf 'alimHamid'Alim, Yusuf Hamid. 2008. al-Maqâs} id al-'Ammah li al-Syarî'ah alIslâmiyah. Riyadh al-Dâr al-'Alamiyah li al-Kutub al-Islâmîy, Cet. id al-Sukûti al-Tasyrî'iyAl-' AwiMuhammad SalimAl-'Awi, Muhammad Salim. 2008. Maqâs} id al-Sukûti al-Tasyrî'iy. Cairo Mu'assasat al-Furqân li al-Turâts H/1998 M. al-Tasyrî' al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad} 'iyAwdahQadirAwdah, Abd al-Qadir. 1419 H/1998 M. al-Tasyrî' al-Jinâî al-Islâmî Muqârinan bi al-Qânûn al-Wad} 'iy, Juz 2, Beirut Mu'assasat alRisâlah, Cet. id al-Syarî'ah 'ind Ibn TaymiyyahYusuf Ahmad Al-BadawiMuhammadAl-Badawi, Yusuf Ahmad Muhammad. 2000. Maqâs} id al-Syarî'ah 'ind Ibn Taymiyyah. Jordan Dâr fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah. Cairo al-Syirkah alAhmad BahnasiFathiBahnasi, Ahmad Fathi. 1959. al-Jarâim fî al-Fiqh al-Islâmî Dirâsah Fiqhiyyah Muqâranah. Cairo al-Syirkah al-'Arabiyyah.
IMAM al Ghazali adalah salah satu ulama salaf dulu yang berjasa bagi perkembangan umat silam, salah satunya dalam bidang pendidikan. Namun, tak hanya pendidikan dan fiqih, al Ghazali juga dinilai sebagai ulama bijak yang senantiasa memberikan nasehat dan pesan-pesan yang menggugah hidup manusia. Inilah enam Pesan Imam al-Ghazali kepada manusia yang beliau rangkum dalam enam pertanyaan dan enam jawaban 1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia?Jawab “Mati”2. Apa yang paling jauh dari kita di dunia?Jawab “Masa lalu”3. Apa yang paling besar di dunia?Jawab “Nafsu”4. Apa yang paling berat di dunia?Jawab “Amanah”5. Apa yang paling ringan di dunia?Jawab “Meninggalkan sholat”6. Apa yang paling tajam di dunia?Jawab “Lidah” Semoga enam pesan Imam al Ghazali di atas bisa memberikan hikmah bagi kita semua. []
Ada banyak kisah dari para Nabi dan Rasul, sahabat, hingga para ulama yang bisa kita petik hikmahnya. Salah satu tokoh tasawuf ternama yaitu Al imam Al Ghazali mempunyai kisah tentang pertanyaan beliau kepada cerita tentang pertanyaan Imam Al-Ghozali kepada muridnya. Tepatnya enam pertanyaan imam Al Ghazali kepada para muridnya tentunya memiliki nilai kandungan yang bagus untuk diambil hikmahnya. Suatu ketika Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya. Pertanyaan pertama Wahai murid-muridku sekalian, coba kalian jawab "Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?" Murid-muridnya menjawab "orang tua,guru,kawan,dan sahabatnya". Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan" Ali Imran 185 Perihal mati tidak ada satu orang yang tahu dengan pasti karena kematian adalah ketentuan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Umur hanyalah bilangan angka dari tiap tahun yang telah kita lalui. Tua dan muda hanyalah fase dalam kehidupan. Tapi perihal mati merupakan sesuatu yang akan dialami oleh setiap orang. Entah kapan terjadinya maut menjemput. Di mana tempat ajal menjemput. Tidak ada satu orang pun yang tahu hanya Allah subhanahu wa ta'ala yang mempunyai kekuasaan dan kehendak. Inilah yang hendak disampaikan oleh Al-Ghazali kepada kedua Pertanyaan imam Ghazali berikutnya adalah "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?" Murid -muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang -bintang". Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama. Ini tepat dengan sebuah hadits yang menganjurkan bahwa kehidupan kita hari ini harus jauh lebih baik dari kemaren, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jika di fikir lebih dalam, maka yang perlu diperhatikan adalah waktu. Waktu tidak akan datang berulang untuk kedua kali, sekali kita bertindak kesalahan kita tidak bisa merevisinya lagi. Paling banter kita hanya bisa bertobat dan berharap pengampunan. Sebagian pepatah bilang waktu adalah sesuatu yang paling berharga. Emas, harta bisa dicari tapi waktu yang sudah berlalu tak mungkin hadir kembali. Mati dan waktu adalah dua rahasia yang ada di genggaman-Nya. Kita sebagai hamba hanya bisa berharap dan berdo’a semoga Allah swt memberikan anugrah kepada kita agar mampu memanfaatkan waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi yang ketiga Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari". Semua jawapan itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai". QS. 7179 Al A'Raf 179. Nafsu adalah hal penentu pada diri manusia. Ingin bahagia yang hakiki? Kendalikanlah nafsumu, ingin celaka selamanya? Turuti nafsumu... pengendalian nafsu adalah kunci dalam hidup ini. Itulah pesan tersembunyi dari al-Ghazali bahwa nafsu adalah hal paling besar, hal yang paling menentukan....Pertanyaan ke empat Kemudian al-Ghazali meneruskan pada Pertanyaan "Apa yang paling berat di dunia ini?". Murid-murid Ada yang menjawab "besi dan gajah". Semua jawapan adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh", QS. 3372 Al Ahzab 72. Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah pemimpin di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya. Pertanyaan yang ke lima Pertanyaan Imam al-Ghazali yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"... Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan". Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara kesibukan kita meninggalkan sholat. Kita harus ingat bahwa sholat adalah hal pertama yang ditanyakan Allah kepada manusia. Dan sholat adalah kewajiban terpenting di dunia ini. Namun anehnya, meski demikian sholat adalah hal termudah yang sering dilewatkan oleh orang-orang muslim? Ringan sekali yang ke enam Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"... Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang". Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA" Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. Ingatlah sebuah hadits yang menerangkan المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده seorang muslim adalah orang bisa menjaga orang muslim lainnya dari lisannya dan tidak bertulang tidak juga tidak keras. Kakak lidah sangat tajam karena dengan ucapan bisa mempengaruhi orang lain. Dengan lidah bisa mempengaruhi mental orang lain. dengan lidah pun bisa memfitnah mengadu domba dan lain wajar jika dikatakan bahwa diam adalah selamat. Berbicara yang baik atau lebih baik diam merupakan suatu keharusan yang harus diamalkan dalam kehidupan.
pertanyaan imam al ghazali